Jumat, 09 Oktober 2009

MENGAPA PRIA BENCI JIKA SALAH

Untuk mengerti MENGAPA PRIA BENCI JIKA SALAH, maka kita harus flashback sebentar ke jaman duluuuuuu sekali untuk mengerti sejarah dari mana sikap tersebut berasal. Coba kalian bayangkan kejadian ini!


Di dalam gua tinggalah sebuah keluarga sedang berjongkok didekat api unggun. Pria duduk di depan jalan masuk gua sambil memandangi pemandangan dan menatap cakrawala mencari-cari sesuatu yang bergerak. Istri dan anak-anaknya sudah tidak makan selama berhari-hari dan ia tahu bahwa ia harus berburu besok pagi-pagi sekali dan tidak akan kembali hingga mendapatkan makanan. Ini adalah perannya dan keluarganya bergantung padanya. Merak lapar tetapi percaya ayah merak akan berhasil seperti biasanya. Perutnya bergolah dan ia sama sekali tidak takut. Apakah ia akan berhasil lagi? Apakah keluarganya akan kelaparan? Apakah pria lain akan membunuhnya karena begitu lemah karena lapar? Ia hanya duduk di sana, di depan jalan masuk gua dengan berkesan kosong. Ia tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda ketakutan pada keluarganya karena mereka bisa menjadi kecil hati. Ia harus kuat!


Ketika berbuat salah, seorang pria

menganggap dirinya seorang yang gagal karena

tidak sanggup mengerjakan kewajibannya

dengan benar


Selama jutaan tahun pria tidak mau terlihat sebagai orang yang gagal, tampaknya hal itu tersusun dalam otak pria modern. Kebanyakan wanita tidak tahu bahwa jika seorang pria sedang mengemudikan mobilnya sendirian, mungkin saja ia akan berhenti dan menanyakan arah. Tetapi melakukan hal tersebut ketika pasangan berada di dalam mobilnya, akan membuat dirinya menjadi seorang yang gagal karena tidak sanggup tiba di tujuan.

Ketika seorang wanita berkata, “Ayo kita Tanya arah,” seorang pria akan mendengarnya sebagai, “Kau payah, kau tidak bisa menemukan jalan itu.”

Jika seorang wanita berkata, “Ledeng di dapur bocor, ayo kita panggil tukang ledeng,” ia akan mendengarnya sebagai, “Kalau tidak ada gunanya, aku akan memanggil pria lain untuk mengerjakannya!

Ini juga menjadi alasan mengapa pria sulit untuk mengatakan, “Maafkan aku.” Mereka menganggap itu sebagai pengakuan kesalahan, padahal sesalahan adalah kegagalan baginya.

Untuk mengatasi hal ini, seorang wanita harus menyakinkan bahwa dia tidak akan membuat pria merasa dirinya bersalah ketika dia membicarakan masalah dengan pasangannya. Bahkan menghadiahi seorang pria buku tentang “menolong diri sendiri” pada ulang tahunnya saja sudah sering ditafsirkan sebagai, “Kau tidak terlalu andal.

Seorang pria harus mengerti bahwa tujuan seorang wanita bukanlah ingin membuatnnya merasa bersalah, tetapi membantunya dan ia seharusnya tidak perlu tersinggung. Seorang wanita ingin pria yang dikasihinya itu menjadi lebih baik tetapi kekasihnya menafsirkannya sebgai pernyataan bahwa ia tidak cukup baik. Seorang pri tidak mau mengakui kesalahannya karena ia mengira, pasangannya tidak akan mencintainya lagi. Tetapi kenyataannya, seorang wanita akan semakin mencintai pria itu jika ia mau mengakui kesalahannya.



Dikutip dari: Why Men Don’t Listen And Women Can’t Read Maps

Karya Allan dan Barbara Pease

Tidak ada komentar: