Jumat, 09 Oktober 2009

Homoseksualitas : Keturunan atau Pilihan

Anne Moir, seorang ahli genetika memaparkan hasil penelitiannya yang memperjelas apa yang telah diketahui para ilmuan selama bertahun-tahun, bahwa sifat homoseksualitas ada sejak lahir, jadi bukan merupakan sebuah pilihan individu.


Tidak saja homoseksualitas itu ada sejak lahir, namun lingkungan tempat kita dibesarkan memegang peranan lebih kecil dalam pembentukan prilaku kita daripada yang pernah kita kira sebelumnya. Para ilmuan telah menemukan bahwa sebenarnya tidak ada pengaruh sama sekali usaha yang dilakukan oleh para orang tua untuk menekan kecendrungan homoseksual pada anaka remajanya atau ananya yang sudah dewasan. Alasan utamnya adalah karena pengaruh hormone pria (atau kekurangan hormone tersebut) pada otak, maka itu tidaklah heran kalau kebanyan orang-orang homoseksual adalah pria.


Tidak ada bukti kuat yang menyatakan bahwa

pendidikan mempengaruhi kecendrungan seorang

anak untuk menjadi homoseksual.


Kebanyakan orang akan lebih toleran dengan menerima seorang yang telah dilahirkan dengan berbeda. Mereka bukanlah orang-orang yang seperti anggapan mereka semula, yang telah salah memilih sehingga tidak dapat diterima masyarakat. Ambil contoh, bayi-bayi korban Thalidomide, penderita Parkinson, anak-anak penderita autisme atau orang-orang yang mengidap cerebral palsy. Masyarakat lebih dapat menerima mereka karena biasanya mereka terlahir dengan keadaan seperti itu, bukan seperti kaum homoseksual yang diduga memilih sendiri gaya hidup mereka.


Bisakah kita mencela orang yang terlahir sebagai orang kidal atau mengidap disleksia? Atau dengan mata biru dan rambut merah? Atau berotak wanita namun bertubuh pria? Kebanyakan kaum homoseksual percaya bahwa prilaku homo mereka adalah sebuah pilihan dan seperti banyak kelompok minorotas lainnya yang sering menggunakan forum umum untuk memperlihatkan ‘pilihan’ mereka, hal ini biasanya justru menimbulkan penilaian negative dari anggota masyarakat lainnya.


Celakanya, statistic menunjukkan bahwa lebih dari 30% dari remaja yang melakukan bunuh diri mengaku sebagai gay dan lesbian dan satu dati tiga transgender melakukan bunuh diri. Tampaknya kenyataan bahwa mereka terperangkap dalam ‘tubuh yang salah’ sepanjang hidup mereka sangat berat bagi mereka. Sebuah penelitian tentang pendidikan para remaja homoseksual telah menunjukkan bahwa kebanyakan dari mereka dibesarkan dalam sebuah keluarga atau komunitas yang diajarkan yntuk membenci dan menolak orang-orang homoseksual.



Dikutip dari: Why Men Don’t Listen And Women Can’t Read Maps

Karya Allan dan Barbara Pease

Tidak ada komentar: